Selasa, 28 Juni 2011

SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH

PERJANJIAN
SEWA MENYEWA TANAH
Nomor: [___]
 Perjanjian ini dibuat pada hari [___] tanggal [___] antara:
 [___] (Sebagai pihak yang menyewakan, untuk selanjutnya disebut sebagai “PIHAK PERTAMA”),
 dan
[___] (Sebagai pihak penyewa, untuk selanjutnya disebut “PIHAK KEDUA”).

MENGINGAT:
Bahwa [___]
Bahwa PIHAK KEDUA berkeinginan untuk menyewa tanah seluas [___] yang terletak di [___] dengan batas-batas:
Utara        : [___]
Selatan      : [___]
Barat         : [___]
Timur        : [___]
 MAKA, berkenaan dengan keterangan-keterangan tersebut di atas, kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan Perjanjian Sewa Menyewa Tanah (selanjutnya disebut “Perjanjian”) atas dasar syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 

Pasal 1

KESEPAKATAN 
PIHAK PERTAMA dengan ini sepakat untuk menyewakan kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA dengan ini pula sepakat untuk menyewa dari PIHAK PERTAMA sebidang tanah yang berukuran [___] meter x [___] meter, atau seluas [___] meter persegi yang terletak di wilayah [___],[___], Kecamatan [___], Kelurahan [___] dengan batas:
Utara       : [___]
Selatan    : [___]
Barat       : [___]
Timur       : [___]
(Selanjutnya disebut “Tanah”)  

Pasal 2

TUJUAN 
Bahwa PIHAK KEDUA akan mempergunakan Tanah tersebut untuk keperluan [___],

 Pasal 3

SERAH TERIMA TANAH 
Pada saat Perjanjian ini ditandatangani, PIHAK PERTAMA menyerahkan Tanah kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA menerima penyerahan itu sesuai menurut kondisi yang nyata pada hari penyerahan tersebut yang dituangkan dalam suatu Berita Acara Serah Terima (selanjutnya disebut “Berita Acara Serah Terima”)

Pasal 4

JANGKA WAKTU 
1.  Sewa Menyewa ini dibuat untuk jangka waku [___] ([___]) tahun, dan dapat diperpanjang atas persetujuan kedua belah pihak
2.  Jangka waktu itu dihitung mulai dari tanggal [___] yang akan berakhir dengan sendirinya menurut hukum pada tanggal [___].

Apabila PIHAK KEDUA bermaksud untuk memperpanjang Jangka Waktu Sewa ini, maka PIHAK KEDUA wajib untuk memberitahukan secara tertulis kepada PIHAK PERTAMA selambat-lambatnya [___] bulan sebelum berakhirnya Perjanjian ini

Pasal 5

PENGGUNAAN TANAH 
1.  PIHAK KEDUA tidak akan mempergunakan Tanah itu untuk tujuan yang lain dari pada yang disepakati dalam perjanjian ini, kecuali mendapat ijin tertulis terlebih dahulu dari PIHAK PERTAMA.

2. PIHAK KEDUA wajib mulai melaksanakan [___] (penggunaan tanah)
3.  Pihak Kedua wajib menyelesaikan kegiatan pembangunannya sebagaimana yang ada pada ayat (3) di atas dalam jangka waktu paling lambat [___] ([___]) bulan sejak tanggal dimulainya kegiatan pembangunan tersebut.

PIHAK PERTAMA wajib mentaati dan memenuhi segala perangkat peraturan perundangan yang berlaku sekarang maupun akan datang yang ditetapkan oleh pihak yang berwajib mengenai pemakaian bangunan pabrik dan/atau pekarangannya dan segala pelanggaran atas peraturan itu semuanya menjadi tanggungan PIHAK KEDUA.

Pasal 6

HARGA SEWA 
1.  Sewa menyewa tanah (selanjutnya disebut “Harga Sewa”) dalam perjanjian ini sebesar [___] per meter persegi per bulan atau keseluruhannya sebesar [___] per bulan.
2.  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa penyewaan Tanah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap Tanah dan pajak-pajak lain yang ditetapkan oleh pemerintah yang timbul berdasarkan Perjanjian ini serta sepanjang tidak ada peraturan lain mengenai pajak yang akan diterapkan oleh pemerintah menjadi tanggung jawab dan harus dibayar oleh [___]. 

Pasal 7

PEMBAYARAN HARGA SEWA 
1.  Pembayaran Harga Sewa oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA dapat dilakukan dalam mata uang Rupiah. Untuk bukti penerimaan Harga Sewa dan Biaya Perawatan PIHAK PERTAMA akan memberikan tanda bukti penerimaan tersendiri kepada PIHAK KEDUA.

2.  [___] (Tata cara Pembayaran sewa):

a. Harga Sewa dibayarkan dimuka untuk setiap periode satu bulan, (misal) 
Pasal 8
PEMELIHARAAN/PERAWATAN OLEH PIHAK PERTAMA 
1.  PIHAK PERTAMA berjanji untuk setiap saat memelihara dan merawat dengan baik seluruh lingkungan dalam wilayah usaha PIHAK PERTAMA termasuk memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan serta sarana-sarana yang digunakan secara bersama-sama.

2.  Selanjutnya PIHAK PERTAMA mengambil tindakan-tindakan pencegahan untuk menjaga keamanan dalam lingkungan wilayah usaha PIHAK PERTAMA, akan tetapi PIHAK PERTAMA tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pihak ketiga yang dapat mengakibatkan kerusakan dan/atau kerugian pada PIHAK KEDUA.  
Pasal 9
PEMELIHARAAN/PERAWATAN OLEH PIHAK KEDUA 
1.  PIHAK KEDUA wajib menggunakan dan memelihara Tanah dengan sebaik-baiknya sebagai seorang penyewa yang jujur dan baik serta membayar segala ongkos dan biaya yang ditimbulkan berkenaan dengan pemeliharaan/perawatan dan penggunaan Tanah. Ketentuan di atas berlaku pula bagi bangunan milik PIHAK KEDUA sendiri yang didirikan di atas Tanah yang disewakan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Perjanjian ini, termasuk pula pengecatan secara berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam [___] ([___]) tahun, penyediaan alat-alat pemadam kebakaran secukupnya serta usaha-usaha lainnya untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian lingkungan.

2.  PIHAK KEDUA tidak diperbolehkan membuat bangunan, sumur bor atau galian-galian lain di atas Tanah yang disewakan tanpa izin tertulis terlebih dahulu dari PIHAK PERTAMA.

3.  PIHAK KEDUA wajib mentaati dan memenuhi segala perangkat peraturan perundangan-undangan yang berlaku sekarang maupun akan datang yang ditetapkan oleh peraturan mengenai pemakaian bangunan pabrik dan/atau pekarangannya dan segala pelanggaran atas peraturan itu semuanya menjadi tanggungan PIHAK KEDUA. 
Pasal 10
ASURANSI 
Selama berlangsungnya Jangka Waktu Sewa Menyewa, PIHAK KEDUA wajib mengasuransikan bangunan yang didirikan di atas Tanah yang disewanya berikut turutannya serta harta benda yang berada dalam bangunan tersebut terhadap risiko kerugian atau kerusakan karena bahaya kebakaran dan bahaya-bahaya lainnya yang dianggap perlu atas beban dan biaya PIHAK KEDUA. 
Pasal 11
JAMINAN PIHAK PERTAMA 
1.    Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua bahwa apa yang disewakan dalam Perjanjian ini adalah merupakan haknya Pihak Pertama, bebas dari sengketa atau sitaan dan tidak dalam keadan disewakan/dijual kepada pihak lain.
2.    Pihak Pertama selanjutnya menjamin Pihak Kedua bahwa Pihak Kedua dapat menjalankan hak-haknya sebagai penyewa dari Tanah tersebut dengan tidak mendapat gangguan dari pihak lain dan segala kerugian yang diderita oleh Pihak Kedua sebagai akibat dari gangguan-gangguan itu, jika ada, menjadi tanggungan Pihak Pertama, kecuali hal-hal yang terjadi karena Kadaan Kahar (Force Majeure). 

Yang dimaksud dengan Keadaan Kahar adalah keadaan seperti, namun tidak terbatas pada perang, kebakaran, banjir, huru-hara, pemogokan yang timbul dan terjadinya bukan disebabkan oleh kedua belah Pihak dalam Perjanjian ini, bencana alam, atau kejadian-kejadian lainnya yang berada di luar kemampuan para pihak yang ada dalam Perjanjian ini.  
Pasal 12
PENGALIHAN 
1.  PIHAK KEDUA tidak dapat memindahkan ataupun mengalihkan hak sewa berdasarkan Perjanjian ini baik untuk keseluruhan maupun untuk sebagian kepada pihak lainnya kecuali dengan izin tertulis dari PIHAK PERTAMA, yang dituangkan dalam suatu perjanjian pengalihan sewa menyewa Tanah.

2.  Sejak perjanjian pengalihan itu ditandatangani oleh PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA dan pihak ketiga maka pihak ketiga yang menerima pengalihan itu wajib membayar Harga Sewa dan memenuhi kewajiban-kewajiban lain yang diatur dalam Perjanjian ini dan setuju atas perubahan-perubahan Harga Sewa, Uang Jaminan, Jangka Waktu Sewa serta persyaratan khusus lainnya baik yang diatur dalam Perjanjian ini maupun dalam perjanjian pengalihan sewa menyewa tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 di atas.   
Pasal  13
PEMUTUSAN PERJANJIAN OLEH PIHAK KEDUA 
PIHAK KEDUA berhak setiap saat memutuskan hubungan sewa menyewa berdasarkan Perjanjian ini sebelum saat berakhirnya Jangka Waktu Sewa Menyewa dengan syarat sebagai berikut:

1.  PIHAK KEDUA terlebih dahulu memberitahukan maksudnya secara tertulis sekurang-kurangnya [___] ([___]) bulan sebelum Perjanjian ini putus. PIHAK PERTAMA akan memberikan jawaban secara tertulis kepada PIHAK KEDUA tentang permintaan tersebut disertai dengan pemberitahuan hak-hak dan kewajiban-kewajiban lain yang harus dipenuhi kedua belah pihak, termasuk kewajiban untuk memenuhi biaya penggunaan Fasilitas oleh PIHAK KEDUA (dalam hal PIHAK KEDUA menggunakan Fasilitas dari PIHAK PERTAMA). 
2.  PIHAK KEDUA tidak berhak menuntut pengembalian uang sewa dan biaya perawatan yang telah diterima oleh PIHAK PERTAMA dari PIHAK KEDUA untuk jangka waktu sewa menyewa yang belum dinikmati oleh PIHAK KEDUA. 
3.    PIHAK KEDUA tidak berhak menuntut pengembalian uang jaminan yang telah dibayarkan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA. 
Pasal 14
PEMUTUSAN PERJANJIAN OLEH PIHAK PERTAMA

1.  PIHAK PERTAMA berhak untuk memutuskan hubungan Sewa Menyewa berdasarkan Perjanjian ini dengan segera tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu kepada PIHAK KEDUA dalam hal-hal sebagai berikut: 
a. Apabila PIHAK KEDUA lalai membayar Harga Sewa, Biaya Perawatan dan/atau tagihan lainnya yang terhutang selama [___] ([___]) bulan setelah pembayaran Harga Sewa dan/atau tagihan tersebut jatuh tempo.

b. Apabila kegiatan/usaha PIHAK KEDUA dihentikan untuk sementara berdasarkan instruksi/penetapan dari Instansi yang berwenang, atau izin usahanya dicabut oleh PIHAK PERTAMA.       
2.  Segala akibat kerugian yang diderita oleh PIHAK KEDUA karena tindakan PIHAK PERTAMA tersebut di atas sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan beban PIHAK KEDUA semata-mata dan dengan ini pula PIHAK KEDUA mengikatkan diri untuk tidak mengajukan tuntutan apapun juga terhadap PIHAK PERTAMA berkenaan dengan pengembalian Harga Sewa, Biaya Perawatan, Uang Jaminan yang telah dibayarkan kepada PIHAK PERTAMA dan kerugian lain yang dideritanya. 
Pasal 15
PUTUSNYA PERJANJIAN SEWA MENYEWA KARENA KEADAN MEMAKSA

Apabila karena Keadaan Kahar Tanah yang disewakan atau bagian daripadanya rusak sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai dengan tujuannya maka Perjanjian Sewa Menyewa ini putus demi hukum terhitung sejak keadaan memaksa itu terjadi. Dalam hal itu Pihak Kedua tetap berkewajiban untuk melunasi pembayaran uang sewa, biaya perawatan dan tagihan-tagihan lainnya yang tertunggak.       
Pasal 16
PENYERAHAN TANAH PADA SAAT BERAKHIRNYA PERJANJIAN 
1.  Apabila Perjanjian ini berakhir karena telah berakhirnya Jangka Waktu Sewa dan apabila Tanah tidak diserahkan kepada pihak ketiga atau kepada PIHAK PERTAMA, maka PIHAK KEDUA wajib mengosongkan dan menyerahkan kembali Tanah yang disewakan kepada PIHAK PERTAMA dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya permintaan/ pemberitahuan secara tertulis dari PIHAK PERTAMA untuk mengosongan dan penyerahan tersebut.

2.  Apabila setelah PIHAK KEDUA mengosongkan dan menyerahkan Tanah kepada PIHAK PERTAMA masih juga terdapat barang-barang/mesin-mesin/peralatan-peralatan milik PIHAK KEDUA yang tertinggal di atas Tanah yang disewakan, maka PIHAK PERTAMA berhak untuk menyingkirkan barang-barang/mesin-mesin/peralatan-peralatan tersebut dengan cara yang dianggapnya baik dan wajar. PIHAK KEDUA dengan ini sepakat untuk tidak mengajukan tuntutan dan/atau keberatan-keberatan yang mungkin dapat diajukan terhadap PIHAK PERTAMA berkenaan dengan penyingkiran barang-barang/mesin-mesin/peralatan-peralatan tersebut di atas.

3.  Apabila PIHAK KEDUA lalai untuk mengosongkan dan menyerahkan Tanah yang disewakan pada PIHAK PERTAMA dalam jangka waktu yang ditentukan dalam ayat (1) di atas maka PIHAK PERTAMA berhak membongkar bangunan yang ada di atas tanah tersebut dan menguasainya dengan cara yang dirasa baik oleh PIHAK PERTAMA tanpa perlu minta izin dari Pengadilan atau instansi yang berwenang. 
4.  Hak untuk melakukan sendiri pengosongan Tanah berikut segala sesuatu yang berada di atas tanah adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian ini, sehingga untuk itu suatu Surat Kuasa Khusus tidak diperlukan lagi, jika PIHAK KEDUA cidera janji dan PIHAK PERTAMA akan menggunakan haknya. 
5.  PIHAK KEDUA tidak berhak, setelah penyerahan Tanah kepada PIHAK PERTAMA atau sesudahnya, untuk mengajukan tuntutan pembayaran uang pindah ataupun pembayaran atau pengganti lainnya dari biaya-biaya yang mungkin telah dikeluarkannya untuk peningkatan, memperbaiki atau merawat Tanah.

6.  Kewajiban-kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam ayat-ayat di atas akan tetap berlaku meskipun Perjanjian ini telah berakhir atau diputuskan.

Pasal 17
PENYELESAIAN PERSELISIHAN 
1.  Perselisihan yang terjadi antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA mengenai Perjanjian ini atau setiap bagian dari padanya akan diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak. 
2.  Apabila tidak diperoleh penyelesaian, maka kedua belah pihak dengan ini memilih tempat kediaman yang sah dan tidak berubah di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta ………….

Pasal 18
HUKUM YANG BERLAKU 
Perjanjian ini tunduk pada hukum serta peraturan perundangan yang berlaku di Republik Indonesia. Selanjutnya yang berkaitan dengan Perjanjian ini kedua belah pihak sepakat untuk mengesampingkan Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kuasa yang diberikan berdasarkan Perjanjian ini merupakan kuasa yang tidak dapat dicabut kembali karena alasan apapun termasuk alasan yang termuat dalam Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pasal 19
KETENTUAN LAIN-LAIN
 1.  Jika terjadi perubahan terhadap syarat-syarat yang menyimpang dari Perjanjian ini dilihat dalam konteksnya secara menyeluruh maka hal demikian tidak dapat diartikan bahwa seolah-olah PIHAK PERTAMA telah melepaskan haknya untuk mengajukan tuntutan terhadap PIHAK KEDUA berkenaan dengan cidera janji oleh PIHAK KEDUA yang berkaitan dengan kewajiban-kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini.
 2.  Perubahan dan/atau tambahan atas ketentuan-ketentuan serta pengaturan atas hal-hal yang belum/belum cukup diatur dalam Perjanjian ini hanya dapat dilakukan dengan suatu addendum yang disepakati oleh kedua belah pihak dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian ini.
  
Demikianlah Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani dalam rangkap 2 (dua), keduanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.

 PIHAK PERTAMA                                                     PIHAK KEDUA




___________________                                           _____________________

Roya


Hak Tanggungan merupakan suatu jaminan yang kuat karena obyek Hak Tanggungan adalah berupa bidang (-bidang) tanah berikut atau tidak berikut benda-banda yang berkaitan dengan tanah. Jadi obyek Hak Tanggungan merupakan fixed asset, jaminan dalam bentuk fixed asset inilah yang disukai dan dihargai oleh Kreditor, khususnya lembaga Perbankan. Sebenarnya Hak Tanggungan tidak hanya untuk menjamin suatu hutang, akan tetapi seringkali dipergunakan pula untuk menjamin dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya suatu prestasi yang dapat dinilai dengan uang, suatu misal adanya kewajiban seseorang untuk mengosongkan bangunan rumah yang telah dijualnya dalam waktu tertentu, dengan suatu sanksi untuk tiap-tiap hari terlambat mengosongkan dikenakan denda dalam bentuk uang, denda inilah yang dapat
dijamin dengan Hak Tanggungan bilamana orang tersebut wanprestasi, yaitu tidak mengosongkan bangunan rumah tersebut tepat pada waktu yang telah
ditentukan.[1]
Pada lembaga Perbankan, di dalam menerima suatu jaminan sangatlah
ketat walaupun jaminan yang diberikan oleh Debitor dalam bentuk tanah dan
bangunan, jaminan ini terlebih dahulu dilakukan peninjauan dan penilaian di
lapangan, bahkan untuk penilaian jaminan seringkali bank menggunakan jasa
perusahaan appraisal independen dengan maksud agar penilaiannya lebih akurat sehingga mengurangi resiko bilamana Debitor wanprestasi. Selain itu terhadap bangunannya diharuskan untuk diasuransikan utamanya terhadap bahaya kebakaran, sedangkan khusus untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) asuransi yang diharuskan oleh pihak bank tidak hanya terhadap bahaya kebakaran akan tetapi wajib dipertanggungkan pula untuk asuransi jiwa.
Jadi untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank, Debitor menanggung beban cukup berat, beban yang ditanggung meliputi : pembayaran premi asuransi, jasa appraisal, jasa Notaris dalam pembuatan Akta Pengakuan Hutang atau Akta Perjanjian Kredit, jasa PPAT dalam pembuatan akta-akta jaminan, baik jaminan berupa Hak Tanggungan maupun jaminan-jaminan lainnya seperti Jaminan Fidusia, Jaminan Perorangan (personal guarantee), Jaminan Korporasi (corporate guarantee), Jaminan Cessie , Gadai, disamping itu beban untuk pembayaran provisi bank, biaya administrasi kredit, bahkan kadang-kadang untuk kredit-kredit yang besar dibebani pula biaya untuk lawyer yang bertugas memberikan legal opinion, yaitu melakukan penilaian terhadap dokumen-dokumen yang diperlukan.
Setelah kredit dilunasi, Debitor masih harus menanggung beban untuk melakukan Roya Hak Tanggungan, yaitu penghapusan Hak Tanggungan yang
membebani hak atas tanah milik Debitor. Biaya untuk melakukan Roya ini menjadi berlipat apabila Hak Tanggungan yang dipasang membebani beberapa
sertipikat hak atas tanah dan biasanya Debitor/Penjamin meminta bantuan jasa
Notaris/PPAT untuk melakukan Roya Hak Tanggungan tersebut. Roya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud diatas dapat dijelaskan disini sebagai berikut :
Roya adalah pencoretan Hak Tanggungan pada Buku Hak Atas Tanah dan sertipikatnya. Apabila Hak Tanggungan hapus, maka Kantor Pertanahan melakukan roya (pencoretan) catatan Hak Tanggugan pada Buku (-Buku) Tanah
Hak Atas Tanah dan sertipikatnya. Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama dengan Buku Tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Apabila Sertipikat Hak Tanggungan karena suatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada Buku Tanah Hak Tanggungan. Untuk jaminan dalam bentuk Hak Tanggungan tersebut, telah diatur secara khusus harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Untuk pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) sudah ditentukan blangko standar dan pengisiannya harus sesuai dengan Undang- Undang Hak Tanggungan tersebut.
Terhadap Debitor yang berpengalaman, biasanya mengajukan usul-usul
terhadap bank mengenai pembebanan Hak Tanggungan terhadap sertipikatsertipikat hak atas tanah yang digunakan sebagai jaminan, misalnya mengenai besarnya nilai Hak Tanggungan yang akan dipasang terhadap fasilitas hutang yang diperolehnya, biasanya nilai Hak Tanggungan dipasang sebesar 125% (seratus duapuluh lima prosen) dari plafond pinjaman. Selain itu apabila Debitor menjaminkan beberapa sertipikat hak atas tanah untuk menjamin hutangnya kepada bank, Debitor biasanya selalu meminta diperjanjikan di dalam APHT adanya Roya Partial.
Mengenai janji Roya Partial di dalam pembuatan APHT berkaitan erat
dengan beberapa sertipikat hak atas tanah yang digunakan sebagai jaminan, masing-masing dibebani Hak Tanggungan dengan nilai yang berbeda sesuai hasil penilaian dari bank. Jadi akumulasi nilai-nilai Hak Tanggungan yang dibebankan kepada masing-masing sertipikat hak atas tanah tersebut merupakan nilai Hak Tanggungan secara keseluruhan yang dituangkan dalam sertipikat Hak Tanggungan.
Dalam berjalannya waktu, pada saat Debitor berkehendak untuk melunasi
sebagian hutangnya kepada bank, Debitor berhak memilih sertipikat hak atas
tanah yang mana yang akan dilunasi sesuai dengan nilai Hak Tanggungannya
masing-masing, kemudian bank wajib mengeluarkan Surat Keterangan Roya
Partial terhadap sertipikat tanah tertentu yang hendak dihapus dari beban Hak
Tanggungan.
Untuk kasus Roya Partial ini, bank tidak mengijinkan kepada Debitor untuk melakukan roya Hak Tanggungan sendiri ke Kantor Pertanahan setempat,
biasanya menunjuk dan minta bantuan kepada Notaris/PPAT yang menjadi rekanan bank. Hal ini mengingat bahwa sertipikat Hak Tanggungan yang dipergunakan untuk melakukan Roya Partial harus kembali kepada bank dengan
segera setelah selesainya pelaksanaan Roya Partial.
Di dalam Roya Partial, Sertipikat Hak Tanggungan yang membebani
beberapa sertipikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan dilakukan pencoretan, khususnya terhadap nomor sertipikat hak atas tanah tertentu yang dilakukan pelunasan sebagian oleh Debitor. Kemudian beban Hak Tanggungan yang dicatat pada sertipikat hak atas tanahnya juga dilakukan pencoretan. Kemudian pencoretan dilakukan terhadap Buku Tanah dan Buku Tanah Hak Tanggungan yang ada di Kantor Pertanahan.[2]
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan proses Roya/Roya
Partial pada Kantor Pertanahan adalah harus mengirimkan surat permohonan
Roya Hak Tanggungan yang dibuat oleh pihak yang berkepentingan ataupun oleh Notaris/PPAT berdasarkan kuasa dari pihak yang berkepentingan tersebut.
Adapun lampiran yang diperlukan untuk melengkapi surat permohonan roya Hak Tanggungan adalah :
a. Sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh Kreditor bahwa
    Hak tanggungan hapus karena piutangnya telah lunas; atau
b. Pernyataan tertulis dari Kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena
piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan telah lunas atau Kreditor
melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Apabila Kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan bahwa Hak
Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak
Tanggungan itu telah lunas, maka pihak yang berkepentingan dapat mengajukan
permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang bersangkutan didaftar. Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang telah diperiksa dari Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
Permohonan pencoretan catatan Hak tanggungan berdasarkan Perintah Pengadilan Negeri tersebut diatas diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan
dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang
bersangkutan. Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan Roya Hak Tanggungan. Lampiran-lampiran lainnya yang perlu dilengkapi selain lampiran yang telah dikemukakan diatas adalah Sertipikat Hak Atas Tanah yang didalamnya dicatat adanya beban Hak Tanggungan dan surat bukti pembayaran resmi pendaftaran Roya Hak Tanggungan. Biasanya penyelesaian proses Roya/Roya Partial Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan di Kota Semarang memakan waktu lebih kurang 1 (satu) bulan. Pencoretan catatan/Roya Hak Tanggungan dilakukan demi ketertiban administrasi dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan
yang bersangkutan yang sudah hapus tersebut. Pendirian ini masih diragukan,
dengan alasan sebagai berikut :
Pencoretan ini adalah refleksi dari asas publisitas. Kelihatannya diperlukan
sanksi bagi para pihak yang terlibat di dalam perjanjian pemberian Hak Tanggungan untuk segera melakukan roya jika utang sudah dilunasi. Mengenai Surat Keterangan Roya dari Kreditor/Bank, isinya adalah bervariasi sebagai contoh : “Sehubungan dengan telah dilunasinya hutang Debitor, maka Sertipikat Hak Milik Nomor 105/Pekunden yang digunakan sebagai jaminan dengan dibebani Hak Tanggungan Peringkat Pertama berdasarkan Sertipikat Hak Tanggungan tertanggal 10 Nopember 2007 Nomor 2663/2007, dapat dilakukan penghapusan/Roya Hak Tanggungan.” Atau contoh yang lain :
 “Sehubungan dengan tidak dipergunakannya lagi sebagai agunan/jaminan hutang, maka terhadap Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 125/Brumbungan yang dibebani Hak Tanggungan Peringkat Pertama berdasarkan Sertipikat Hak
Tanggungan tertanggal 15 Desember 2007 Nomor 2995/2007 dapat dilakukan
penghapusan/Roya Hak Tanggungan.” Khusus mengenai Kreditor perorangan, untuk penerbitan Surat Keterangan Roya, Kantor Pertanahan Kota Semarang mensyaratkan harus dibuat Akta Consent Roya Hak Tanggungan secara notariil/otentik. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat bahwa Kreditor adalah bukan lembaga Perbankan/badan hukum.
Mengenai Roya Partial secara teori diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Hak Tanggungan yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2 ayat (1) : “Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi,
kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”
ayat (2) : “Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas
tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pmberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.” Yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan adalah bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasi sebagian utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan, melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi.
Pasal 2 ayat (2) UUHT merupakan pengecualian dari asas yang ditetapkan pada ayat (1) yaitu merupakan suatu kebutuhan bagi Debitor dalam rangka perkembangan dunia perkreditan, seperti antara lain kebutuhan untuk
mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan kompleks perumahan yang
semula menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh komplek dan kemudian akan dijual kepada pemakai satu per satu, sedangkan untuk pembayarannya, pemakai akhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.
Sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) tersebut di atas, apabila Hak Tanggungan itu dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dari rumusan ini dapat dijelaskan, bahwa : Meskipun atas suatu utang telah dibebankan Hak Tanggungan atas beberapa bidang tanah yang berdiri sendiri, yang berarti bahwa selama utang tersebut belum lunas seluruhnya, Hak Tanggungan masih melekat pada bidang tanah tersebut.
Jadi untuk dapat melakukan Roya Partial, harus dipenuhi unsur pokok
yaitu harus diperjanjikan terlebih dahulu dalam pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan, selain itu jaminan harus terdiri dari beberapa sertipikat hak atas
tanah dan pembayaran hutang dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya
sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari
obyek Hak Tanggungan yang akan dibebaskan.
Dalam praktek permasalahan yang timbul adalah :
a. Setelah berlangsungnya perjanjian kredit, pada suatu saat Debitor menghendaki melunasi sebagian utangnya untuk membebaskan sebagian jaminannya, padahal pada awal pembuatan APHT tidak diperjanjikan adanya Roya Partial;
b. Sertipikat tanah induk yang dipergunakan oleh Pengembang sebagai jaminan utang dan telah dibebani Hak Tanggungan, kemudian pada saat tertentu Pengembang melakukan pemecahan terhadap Sertipikat tanah induk tersebut menjadi beberapa puluh sertipikat dan diatas masing-masing sertipikat hasil pemecahan didirikan bangunan rumah/ruko, pada saat rumah/ruko tersebut laku terjual, barulah Pengembang menyadari perlu dilakukan Roya Partial, tentunya hal ini menyangkut kepentingan Kreditor/Bank, maka harus mendapat persetujuan dari Bank. Sehubungan dengan kejadian-kejadian yang dikemukakan di atas, terbuktibahwa Undang-Undang Hak Tanggungan belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan dalam masyarakat, penulis terdorong untuk mendalami bagaimana solusi yang tepat untuk menyelesaikan kasus demikian itu.
Dalam praktek, kasus tersebut di atas dimungkinkan untuk dilakukan Roya Partial walaupun tidak diperjanjikan sebelumnya dalam pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan, pendapat ini didukung adanya Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 pada
Pasal 124 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi :
(1) Pendaftaran hapusnya hak tanggungan atas sebagian obyek hak tanggungan dapat dilakukan berdasarkan pelunasan sebagian utang yang dijamin dengan ketentuan bahwa :
1) obyek hak tanggungan terdiri dari beberapa hak, dan
2) kemungkinan hapusnya sebagian hak tanggungan karena pelunasan sebagian utang tersebut diperjanjikan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.
(3) Pendaftaran hapusnya hak tanggungan atas sebagian obyek hak tanggungan juga dapat dilakukan walaupun tidak memenuhi ketentuan ayat (1) berdasarkan pelepasan hak tanggungan atas sebagian obyek hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan yang dituangkan dalam akta otentik atau surat
pernyataan di bawah tangan dengan mencantumkan secara jelas bagian obyek hak tanggungan yang dibebaskan dari beban hak tanggungan ini.
Kejadian yang menyangkut mengenai sertipikat induk yang digunakan
sebagai jaminan hutang oleh Pengembang, walaupun jaminan hanya berupa
sebidang tanah dalam sebuah sertipikat induk, dimungkinkan untuk dilakukan
Roya Partial setelah dilakukan pemecahan terhadap sertipikat induk tersebut,
penyelesaian kasus ini dapat diketemukan dalam penuangan janji-janji pada
blangko standar APHT yang merupakan lampiran II dari UUHT itu sendiri yang
secara tegas tercantum dalam Pasal 2 dari blangko standar APHT yang berbunyi :
“Dalam hal obyek Hak Tanggungan kemudian dipecah sehingga Hak Tanggungan membebani beberapa hak atas tanah, debitor dapat melakukan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah tersebut yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. Nilai masing-masing hak atas tanah tersebut akan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Debitor/Pemberi Hak Tanggungan dengan Kreditor/Pemegang Hak Tanggungan.”
Besarnya nilai masing-masing hak atas tanah yang akan dibebaskan
dengan Roya Partial, yang merupakan jumlah yang harus dibayar untuk membebaskan hak atas tanah yang bersangkutan, akan ditentukan nanti atas dasar kesepakatan antara Kreditor dan Debitor. Jadi kesepakatan mengenai nilai hak atas tanah yang akan dibebaskan berlainan dengan yang disebutkan di atas,
diadakan dalam kesepakatan tersendiri, di luar APHT. Dengan demikian ditinjau dari Pasal 2 UUHT memberikan penampungan yang luas mengenai kebutuhan pengembang/developer akan kredit dengan jaminan yang luwes.43
Jadi dengan ditandatanganinya APHT antara Pemberi Hak Tanggungan/Debitor dan Pemegang Hak Tanggungan/Kreditor dengan janji yang tercantum Pasal 2 blangko standar APHT tersebut, maka untuk melakukan Roya Partial dalam praktek, nilai Hak Tanggungan yang membebani sertipikat induk harus dapat disepakati antara Debitor dan Kreditor untuk dipecah-pecah disesuaikan dengan nilai sertipikat masing-masing hasil pemecahan sertipikat induk. Dalam hal ini hasil kesepakatan antara Debitor dan Kreditor harus dituangkan secara tertulis, terperinci dan ditandatangani oleh kedua-belah pihak yang dikemudian hari dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan Roya Partial.


[1] Wawancara dengan Subiyanto Putro, Notaris/PPAT di Kota Kediri, 14 Maret 2010.

[2] Wawancara dengan Yahman, Kepala Kantor Pertanahan Kota Blitar, tanggal 13 januari 2010.