Ketika kita
disumpah atau mengucapkan janji (berdasarkan agama masing-masing) sebagai
Notaris, dengan lantang kita mengucapkan sumpah dan janji tersebut. Setelah
selesai disumpah/mengucapkan janji terbayang sudah, bahwa kita telah dipercaya
mengemban amanat untuk menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris. Tapi
sebenarnya tanpa kita sadari, sumpah atau janji yang pernah kita ucapkan
mengandung makna yang sangat dalam yang harus kita jalankan dan mengikat kita
selama menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, biasanya setelah mengucapkan
sumpah dan menjalankan tugas jabatan sehari-hari, kita lupa dengan isi sumpah
dan janji yang pernah kita ucapkan, seakan-akan sumpah atau janji tersebut
hanya merupakan Dekorasi Bibir saja atau hanya untuk memenuhi persyaratan
formal untuk memulai tugas jabatan sebagai Notaris.
Sumpah atau janji tersebut mengandung dua hal yang harus kita pahami, yaitu
(1) secara vertikal kita wajib bertanggungjawab kepada Tuhan, karena sumpah
atau janji yang kita ucapkan berdasarkan agama kita masing-masing, dengan
demikian artinya segala sesuatu yang kita lakukan akan diminta
pertanggungjawabannya dalam bentuk yang dikehendaki Tuhan; (2) secara vertikal
kepada negara dan masyarakat, artinya Negara telah memberi kepercayaan kepada
kita untuk menjalankan sebagain tugas Negara dalam bidang Hukum Perdata, yaitu
dalam pembuatan alat bukti berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian
sempurna, dan kepada masyarakat yang telah percaya bahwa Notaris mampu
memformulasikan kehendaknya ke dalam bentuk akta Notaris, dan percaya bahwa
Notaris mampu menyimpan (merahasiakan) segala keterangan atau ucapan yang
diberikan di hadapan Notaris.
Dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN mengenai sumpah/janji Notaris ditegaskan……”bahwa
saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan
jabatan saya…”, dan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, bahwa Notaris
berkewajiban - “merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya
dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain”.
Secara umum Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperoleh dalam pembuatan akta Notaris, kecuali diperintahkan oleh
undang-undang bahwa Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan
yang diperlukan yang berkaitan dengan akta tersebut, dengan demikian batasannya
hanya undang-undang saja yang dapat memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia
isi akta dan keterangan/pernyataan yang diketahui Notaris yang berkaitan dengan
pembuatan akta yang dimaksud.
Bahwa instrument untuk ingkar bagi Notaris ditegaskan sebagai salah satu
kewajiban Notaris yang tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, sehingga
Kewajiban Ingkar untuk Notaris melekat pada tugas jabatan Notaris. Sebagai suatu
kewajiban harus dilakukan, berbeda dengan hak ingkar, yang dapat dipergunakan
atau tidak dipergunakan, tapi kewajiban ingkar mutlak dilakukan dan dijalankan
oleh Notaris, kecuali ada undang-undang yang memerintahkan untuk menggugurkan
kewajiban ingkar tersebut.
Kewajiban Ingkar tersebut merupakan instrument yang sangat penting yang
diberikan oleh UUJN kepada Notaris, tapi ternyata dalam praktek, kewajiban
tersebut tidak banyak dilakukan oleh para Notaris, bahkan kebanyakan para
Notaris ketika diperiksa oleh MPD, MPW atau MPP atau dalam pemeriksaan oleh
penyidik atau dalam persidangan lebih suka “buka mulut” untuk
menceritakan dan mengungkapkan semua hal yang berkaitan dengan akta yang dibuat
oleh atau dihadapan Notaris, sehingga jabatan Notaris sebagai suatu jabatan
kepercayaan telah dicederai oleh para Notaris sendiri.
Dalam hal ini timbul pertanyaan, kapan kewajiban ingkar dapat dilakukan ?
Kewajiban ingkar dapat dilakukan dengan batasan sepanjang Notaris diperiksa
oleh instansi mana saja yang berupaya untuk meminta pernyataan atau keterangan
dari Notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau pernah dibuat oleh atau
di hadapan Notaris yang bersangkutan.
Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk menyimpan rahasia mengenai
akta yang dibuatnya dan keterangan/ pernyataan para pihak yang diperoleh dalam
pembuatan akta, kecuali undang-undang memerintahkannya untuk membuka rahasia
dan memberikan keterangan/pernyatan tersebut kepada pihak yang memintanya.
Tindakan seperti ini merupakan suatu kewajiban Notaris berdasarkan ketentuan
Pasal 4 ayat (2) UUJN dan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUUJN. Jika ternyata
Notaris sebagai saksi atau tersangka, tergugat ataupun dalam pemeriksaan oleh
Majelis Pengawas Notaris membuka rahasia dan memberikan keterangan/pernyataan
yang seharusnya wajib dirahasiakan, sedangkan undang-undang tidak
memerintahkannya, maka atas pengaduan pihak yang merasa dirugikan kepada pihak
yang berwajib dapat diambil tindakan atas Notaris tersebut, tindakan Notaris
seperti ini dapat dikenakan Pasal 322 ayat (1) dan (2) KUHP, yaitu membongkar
rahasia, padahal Notaris berkewajiban untuk menyimpannya. Dalam kedudukan
sebagai saksi (perkara perdata) Notaris dapat minta dibebaskan dari
kewajibannya untuk memberikan kesaksian, karena jabatannya menurut undang-undang
diwajibkan untuk merahasiakannya (Pasal 1909 ayat (3) BW).
Jelas sudah bahwa Notaris mempunyai kewajiban seperti tersebut di atas,
pertanyaannya, kenapa para Notaris tidak menyadari punya kewajiban seperti itu
? Bahwa Notaris mempunyai Kewajiban Ingkar bukan untuk kepentingan diri
Notaris, tapi untuk kepentingan para pihak yang telah mempercayakan kepada
Notaris, bahwa Notaris dipercaya oleh para pihak mampu menyimpan semua
keterangan atau pernyataan para pihak yang pernah diberikan di hadapan Notaris
yang berkaitan dalam pembuatan akta.
Kalau kata Aa
Gym, jagalah hati, maka untuk para Notaris, jagalah mulut dan lidah. Kita jaga
kata dan kalimat agar tidak menjadi limbah yang tidak berguna yang dapat
mengotori dunia Notaris. Untuk itu mari kita jalankan Kewajiban Ingkar Notaris
yang telah ada dan melekat pada Notaris dalam menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris karena telah dilindungi undang-undang berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UUJN
dan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUUJN menentukan tindakan Notaris tersebut
sebagai suatu Kewajiban Ingkar (Verschoningsplicht) Notaris.---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar